.Berita (News)

Kapolri : Hate Speech Bukan Perintah Penekan Hukum, tapi Lebih Mengarah Pada Mengupayakan Pencegahan

kapolri_saat_menjelaskan_hate_speechTribratanewsjepara.com, Jakarta – Mengenai Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Drs Badrodin Haiti menegaskan bahwa sesungguhnya ditujukan untuk internal Polri, bukan perintah untuk menekan hukum. Tetapi lebih mengarah pada mengupayakan pencegahan.
Hal ini disampaikan Kapolri Jenderal Badrodin pada acara silaturahmi tentang penanganan ujaran kebencian atau hate speech di Gedung Rupatama Mabes Polri, Kamis (5/11/15).
Dijelaskan oleh Kapolri, Surat Edaran itu adalah pemberitahuan mengenai tata cara yang berlaku atau ketentuan yang harus dilaksanakan (Vide pasal 12 ayat (1) perkap No 15 tahun 2007 tentang naskah dinas dilingkungan Polri).
Jadi, Surat Edaran ini bukan regulasi atau peraturan. Artinya, tidak memuat norma baru (pasal 8 UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Surat Edaran Kapolri ini hanya bersifat pemberitahuan mengenai ketentuan yang harus dilaksanakan dalam penanganan ujaran kebencian oleh alamat dari surat edaran tersebut. Yaitu distribusi A, B, C dan D Mabes Polri,” kata Kapolri.
Dijelaskan oleh Kapolri, penanganan Hate Speech telah lama didiskusikan dan atas dorongan sejumlah LSM pada tahun 2012. Waktu itu diadakan seminar tentang Hate Speech untuk menampung masukan dari pakar dan masyarakat.
Bahkan, Kompolnas sendiri telah melakukan lakukan penelitian di 4 kota besar di Indonesia (Bandung, Surabaya, Makassar dan Banten) tentang penanganan kasus terkait ujaran kebencian oleh aparat Polri di daerah.
Hasil dari penelitian tersebut, anggota Polri kurang memahami tentang ujaran kebencian, adanya kegamangan (keraguan) anggota Polri dalam menangani ujaran kebencian.
Dari situ, Kompolnas merekomendasikan pada Kapolri agar dibuat sesuatu produk naskah dinas tentang tata cara penanganan ujaran kebencian.
“Setelah dikaji, produk yang tepat adalah naskah dinas dalam bentuk Surat Edaran (bukan dalam bentuk peraturan ataupun keputusan), mengingat sifat dan tujuan SE untuk memberitahukan mengenai tata cara yang berlaku atau ketentuan yang harus dilaksanakan (perkap No 15 tahun 2007 tentang naskah dinas di lingkungan polri),” jelas Kapolri.
Bahwa, ujaran kebencian (Hate Speech) dapat dilakukan melalui berbagai media. Dalam orasi atau kegiatan kampanye, spanduk, banner, jejaring media sosial, penyampaian pendapat di media umum (Demonstrasi), ceramah keagamaan, media massa cetak maupun elektronik dan pamflet.
Jadi Substansi dari SE No: SE /6/X/2015 adalah pemahaman umum dan bentuk-bentuk ujaran kebencian, serta penjelasan mengenai dampak negatif yang akan muncul apabila terjadi pembiaran terhadap dugaan atau terjadinya ujaran kebencian yang ditujukan pada suatu komunitas tertentu.
Hate Speech juga semakin mendapat perhatian masyarakat seiring dengan meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan HAM. “Perbuatan Hate Speech memiliki dampak yang merendahkan harkat martabat manusia dan kemanusiaan,” kata Kapolri.
Hate Speech juga bisa mendorong terjadinya kebencian kolektif pengucilan, diskriminasi, kekerasan dan bahkan pembantaian etnis atau bahkan genosida. “Masalah Hate Speech harus dapat ditangani dengan baik, karena dapat merongrong prinsip berbangsa dan bahkan bernegara Indonesia,” kata Kapolri.
Pemahaman dan pengetahuan atas bentuk-bentuk Hate Speech, merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh personil Polri. Sehingga dapat diambil tindakan pencegahan sedini mungkin, sebelum timbulnya tindak pidana akibat dari Hate Speech.
Jadi, norma-norma penegak hukum yang diberitahukan dalam SE dimaksud, diambil dari hukum positif di Indonesia, yaitu KUHP, UU No 11 tahun 2008, UU No 40 tahun 2008 serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.
“Bentuk ujaran kebencian yang diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP, meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, menyebar berita bohong,” kata Kapolri.
Ujaran kebencian ini, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komonitas, yang dibedakan berbagai aspek.
1. Suku, agama, aliran Keagamaan.
2. keyakinan/kepercayaan.
3. Ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel (cacat), orientasi seksual.
Bila tindakan preventif sudah dilakukan tidak menyelesaikan masalah, maka dilakukan penegakan hukum.
(Kemal Fasha) (Tribratanews.com)

 

tbnewsjepara

Related Posts